Kasus mutilasi Tiara Angelina Saraswati memperlihatkan sisi paling gelap dari kejahatan berbasis dendam. Dalam rekonstruksi resmi, polisi mengurai kronologi: satu tusukan di lantai dua, dua jam mutilasi di kamar mandi kos, dan potongan tubuh yang dibuang di Pacet.
Sinata.id – Suasana mencekam menyelimuti Lidah Wetan, Surabaya, saat Satreskrim Polres Mojokerto menggelar rekonstruksi kasus mutilasi yang mengguncang publik.
Pada Rabu, 17 September 2025, garis polisi membentang di gang sempit menuju kamar kos tersangka Alvi Maulana (24), pria asal Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Boneka manekin menggantikan sosok Tiara Angelina Saraswati (25), korban yang nyawanya direnggut kejam di tangan kekasihnya sendiri.
Motif Dendam
Dalam adegan awal, Alvi mengaku dendam dan sakit hati. Malam 31 Agustus 2025 menjadi puncak amarahnya.
Tiara, sang kekasih, mengunci pintu kos dari luar dan tak mengindahkan telepon maupun pesan yang masuk.
“Saya chat, saya telpon juga tapi enggak diangkat. Saya terus duduk di depan pintu,” ucap Alvi di hadapan penyidik.
Setelah menunggu satu jam, pintu dibuka. Alih-alih menerima penjelasan, Tiara melontarkan umpatan pedas, “Tidak tahu malu,” sebelum melangkah ke lantai dua.
Ucapan itu menjadi pemantik tragedi.
Penusukan di Lantai Dua, Mutilasi di Lantai Satu
Adegan berikutnya memperlihatkan bagaimana Alvi menyusul Tiara ke lantai dua.
Satu tusukan ke leher kanan memastikan korban tak lagi bernyawa.
Dalam kondisi panik, Alvi menyeret jasad kekasihnya ke kamar mandi di lantai satu.
Di ruangan sempit itu, ia memutilasi tubuh Tiara selama dua jam tanpa henti.
Polisi menegaskan, Alvi bekerja seorang diri. Potongan tubuh korban kemudian dibuang menggunakan Yamaha N-Max ke Pacet, Mojokerto—lokasi yang ironisnya pernah diminta Tiara sebagai destinasi liburan.
Rencana Liburan yang Menjadi Mimpi Buruk
Beberapa minggu sebelum tragedi, Tiara sempat meminta Alvi membawanya berlibur ke Pacet.
Permintaan sederhana itu tak pernah terwujud semasa hidupnya.
Justru setelah kehilangan nyawa, Pacet menjadi tempat pembuangan potongan tubuhnya.
“Sebelumnya korban pernah minta diajak ke Pacet?,” tanya petugas.
“Pernah, sebulan sampai tiga minggu sebelumnya,” jawab Alvi datar.
37 Adegan Rekonstruksi: Dari Kos hingga Pembuangan Bukti
Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Fauzy Pratama, menyebut ada 37 adegan yang diperagakan.
Rangkaian itu menggambarkan detail kejahatan: mulai dari kedatangan tersangka ke kos, penusukan di lantai dua, mutilasi di kamar mandi, hingga pembuangan potongan tubuh dan penghancuran barang bukti di Pacet.
“Proses dia membuang barang bukti dan penghancurannya kami peragakan lengkap,” ujar Fauzy.
Sosok Korban Ungkap Sisi Memilukan
Korban, Tiara Angelina Saraswati, adalah anak sulung pasangan penjual makanan keliling dari Desa Made, Lamongan.
Lahir di Pacitan, 12 Agustus 2000, Tiara dikenal pendiam dan mudah bergaul.
Usai menamatkan S1 Manajemen di Universitas Trunojoyo Madura, ia tinggal di Surabaya bersama Alvi, pengemudi ojek online yang telah menjadi kekasihnya selama lima tahun.
Hidupnya yang penuh rencana masa depan berakhir dalam kengerian.
Identitasnya terungkap melalui pemindaian telapak tangan kanan yang ditemukan di semak belukar tepi Jalan Raya Pacet–Cangar, Mojokerto.
Kini, kedua orang tua Tiara masih terguncang, mengurus pemulangan jenazah anak sulung mereka.
Sang adik, Rani, terpaksa tinggal bersama paman, menunggu kepulangan jenazah kakaknya untuk dimakamkan di kampung halaman.
Warga Desa Made menyebut Tiara sosok yang baik hati dan jarang pulang karena meniti hidup di Surabaya. (A46)