“Besok akan kami rilis lengkap, termasuk pelaku yang diamankan dan keterlibatan pihak lain,” tambahnya.
Dijual Lewat Media Sosial
Kisah bagaimana seorang balita bisa berpindah tangan melalui media sosial menjadi potret buram perdagangan anak di era digital.
Ana mengaku mengenal pembeli Bilqis hanya lewat obrolan daring. Ia tak tahu nama asli wanita itu, hanya menyebut cirinya “perempuan agak chubby, orang Jakarta.”
Wanita itu datang ke Makassar dengan pesawat, lalu bertemu langsung untuk “transaksi.”
Setelahnya, Bilqis dibawa pergi, dan entah bagaimana, akhirnya ditemukan di Jambi.
Polisi menduga ada rantai perantara dalam perjalanan anak malang itu.
Pendampingan Psikologis
Pemerintah Kota Makassar bergerak cepat. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Makassar, Ita Isdiana Anwar, menyatakan Bilqis dan keluarganya akan mendapatkan pendampingan psikologis penuh.
“Kami punya Puspaga dengan psikolog dan psikiater. Pendampingan akan terus dilakukan sampai kondisi anak stabil,” ujar Ita.
Ia juga menegaskan pentingnya kewaspadaan orang tua.
“Sekecil apa pun kelalaian bisa berakibat fatal. Kasus ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak lengah,” katanya.
Tangis dan Harapan di Ujung Pencarian
Siang itu, Mapolrestabes Makassar berubah menjadi lautan emosi.
Bilqis turun dari mobil dinas polisi, mengenakan kaus kuning, menggenggam boneka kecil di tangan kanannya.
Tangis orangtuanya pecah, disusul tepuk tangan dan takbir dari warga yang menunggu.
Senyum kecil Bilqis menutup kisah panjang enam hari yang mencengangkan seluruh negeri, kisah tentang harapan, kehilangan, dan doa yang tak pernah putus.
“Jangan Biarkan Bilqis Berikutnya”
Kasus Bilqis membuka mata banyak pihak tentang ancaman perdagangan anak yang mengintai di ruang publik dan dunia maya.
Polisi kini menyiapkan rilis lengkap untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini.
Namun di atas segalanya, kisah ini adalah pengingat bagi setiap orang tua, bahwa satu detik kelengahan bisa mengubah segalanya.