Amsterdam, Sinata.id – Netherlands Institute for Human Rights, lembaga HAM di Eropa, mengeluarkan putusan krusial yang menyatakan algoritma iklan lowongan kerja Meta (induk perusahaan Facebook) secara sistematis memperkuat stereotip gender, yang berujung pada hilangnya kesempatan kerja bagi pengguna di Eropa. Keputusan ini secara kritis menyoroti kegagalan Meta membuktikan bahwa sistem periklanan mereka bebas dari diskriminasi berbasis gender.
Lembaga tersebut, melalui keputusannya pada 18 Februari, menegaskan bahwa algoritma Meta memperkuat stereotip dengan menampilkan iklan “profesi yang umumnya dikaitkan dengan perempuan” kepada pengguna perempuan di Belanda.
Putusan ini diperkuat oleh hasil investigasi organisasi nirlaba Global Witness pada tahun 2023, yang menemukan bahwa iklan lowongan pekerjaan di Belanda dan lima negara lainnya (Prancis, India, Irlandia, Inggris, dan Afrika Selatan) secara rutin menargetkan pengguna berdasarkan stereotip.
Contohnya, iklan untuk posisi mekanik didominasi oleh pria, sementara iklan guru taman kanak-kanak diutamakan untuk wanita. Temuan Global Witness ini menunjukkan bias algoritma Meta bersifat global.
Menanggapi putusan penting ini, seorang juru bicara Meta memilih untuk tidak memberikan komentar. Sikap diam ini kontras dengan pernyataan Meta sebelumnya pada tahun 2023, di mana juru bicara Ashley Settle mengklaim perusahaan telah menerapkan “batasan penargetan” di lebih dari empat puluh negara dan menegaskan bahwa mereka “tidak mengizinkan pengiklan menargetkan iklan ini berdasarkan jenis kelamin”—klaim yang secara langsung bertentangan dengan temuan Lembaga HAM Belanda.
Implikasi Hukum dan Konteks Diskriminasi Sistemik
Keputusan oleh Institut Hak Asasi Manusia Belanda ini, meski tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, disambut baik oleh aktivis hak digital. Rosie Sharpe dari Global Witness dan Berty Bannor dari Bureau Clara Wichmann menyebutnya sebagai “langkah penting” dalam menuntut pertanggungjawaban perusahaan teknologi.
Para ahli hukum Belanda memprediksi putusan ini akan meningkatkan tekanan pengadilan. Anton Ekker, pengacara kecerdasan buatan, menyebut temuan ini dapat berujung pada denda dari otoritas perlindungan data atau perintah untuk mengubah algoritma yang menciptakan ketidaksetaraan dan merugikan kelompok marjinal. Jika Meta tetap abai, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berpotensi mengambil tindakan hukum lebih lanjut.
Putusan ini muncul di tengah kondisi yang dikritik oleh aktivis sebagai melemahnya perlindungan hak digital, terutama bagi perempuan. Bulan lalu, Meta mengumumkan penghentian program keragaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) serta perubahan kebijakan yang kontroversial, seperti yang kini memungkinkan pengguna untuk merujuk pada “wanita sebagai benda rumah tangga” atau “orang transgender… sebagai ‘itu'”.
Selama sepuluh tahun terakhir, Meta juga berulang kali menghadapi tuduhan diskriminasi serupa di Amerika Serikat terkait iklan kredit, perumahan, dan ketenagakerjaan, menunjukkan masalah diskriminasi algoritma yang bersifat sistemik dan global. (*)