Dalam gelap subuh, tanpa suara, ia membawa jasad itu ke sebuah embung di Dusun Tawongan, Desa Kasiman.
Tubuh yang tak lagi bernyawa itu dilabuhkan ke air tenang.
Sekitar pukul 06.00 WIB, warga menemukan mayat terapung di embung.
Kedua tangan dan kaki terikat. Tak lama, polisi datang. Warga bergidik, bisik-bisik pun menyebar cepat.
Penyelidikan berlangsung intens. Satu per satu saksi diperiksa, termasuk Kasan dan istrinya.
Dua hari kemudian, misteri terpecahkan. Polisi menetapkan Kasan sebagai tersangka utama.
“Tersangka mengakui membunuh ayah tirinya karena jengkel terhadap perilaku korban yang sering mengintip istrinya mandi,” ujar Kapolres Bojonegoro, AKBP Wahyu Sri Bintoro.
Baca Juga: Oki, Pembunuh Berantai dari Jakarta yang Bikin Bingung LAPD Los Angeles
Akhir dari Sebuah Dendam
Rekonstruksi dilakukan, fakta demi fakta terbuka. Kasan merencanakan segalanya sejak malam sebelumnya.
Ia memilih racun rumput, senjata yang sunyi tapi mematikan.
Rabu, (25/1/2017), sidang vonis digelar. Hakim membacakan keputusan dengan suara tegas.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Kasan bin Sarman dengan hukuman 15 tahun penjara.”
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntutnya 18 tahun penjara.
Tapi bagi banyak orang, kisah ini jauh lebih berat dari sekadar angka.
Yanti kehilangan suami, Timur kehilangan suami, dan Bojonegoro kehilangan ketenangan.