Saat telepon berdering pagi itu, ia mungkin berharap kabar biasa.
Namun yang menantinya adalah kenyataan yang meruntuhkan dunia, rumahnya tertimbun, istri dan anak-anaknya meninggal dunia.
Ia tiba beberapa jam kemudian.
Tidak untuk memeluk keluarga, melainkan untuk menatap empat jenazah yang berjejer rapi di rumah kerabat.
Isak keras pecah ketika ia menyentuh kaca peti anak bungsunya.
Warga hanya bisa berdiri, tak sanggup berkata-kata.
Baca Juga: Bencana Longsor Tapteng, Satu Keluarga Lenyap, Desa Mardame Berkabung
Evakuasi yang Senyap, Tanah Setinggi Paha, dan Hujan yang Tak Mau Berhenti
Bhabinkamtibmas Aipda Rindu Hutabarat memimpin evakuasi dibantu puluhan warga.
Lumpur setinggi paha, dinding rumah yang hampir roboh, dan hujan yang turun kembali membuat momen itu berlangsung tanpa suara.
Tidak ada teriakan panik, hanya komando pendek dan doa yang menggantung di udara.
Setiap kali satu jenazah terangkat dari tanah, suasana hening berubah menjadi isak tertahan.