Pematangsiantar, Sinata.id – Program swasembada pangan pemerintah belum sepenuhnya meningkatkan kesejahteraan petani singkong di wilayah Siantar–Simalungun, Sumatera Utara.
Persoalan muncul dari selisih harga jual yang ditetapkan PT Bumi Sari Prima sebesar Rp1.050/kg, lebih rendah Rp200/kg dari harga acuan yang ditetapkan Mentan Amran Sulaiman sebesar Rp1.350/kg, untuk nasional.
Ketimpangan ini diklaim merugikan petani, termasuk Junaidi (bukan nama sebenarnya), yang mengaku keuntungan bertani ubi hanya tipis.
“Hasilnya sekadar bisa untung dikit. Anggap saja menabung,” ujar dia pada Senin (5/5/2025).
Ia turut mengeluhkan produktivitas lahan yang menurun—hanya 800 kg-1 ton/rante (25 ton/ha)—serta pembayaran hasil panen yang kerap terlambat 2 minggu hingga 1 bulan via Dokumen Order (DO). “Aturan ini sudah berlangsung lebih dari 4 tahun,” tambahnya.
Sementara Humas PT Bumi Sari Prima Herbet Purba yang ditanyai, Kamis (15/5/2025), terkait keluhan petani belum merespons pertanyaan yang dilayangkan wartawan.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pardamean Manurung menyampaikan bahwa hasil penelusuran pihaknya di lapangan menemukan harga sedang tidak stabil.
Disinggung soal harga acuan yang disuarakan Menteri Amran, ia mengaku belum mengetahuinya secara pasti. Dirinya menyebut, beberapa persoalan di lapangan kerap terjadi memicu perselisihan harga jual beli.
“Kemudian soal PT BSP ini kan ga seperti bulog. (harga jual komoditi mengacu ketentuan pemerintah). Jadi memang fakta-fakta yang terjadi di lapangan ini bisa membuat perselisihan harga. Saya belum baca turunannya (yang dikatakan menteri pertanian),” ujarnya, Jumat (16/5/2025).
Sebagai informasi, pada 31 Januari 2025, Kementerian Pertanian (Kementan) menetapkan harga pembelian singkong untuk industri tepung nasional sebesar Rp1.350 per kilogram.
Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi petani singkong dari harga jual yang rendah akibat praktik industri. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa harga tersebut berlaku secara nasional dan harus dipatuhi oleh semua pelaku industri. (*)