Dia menambahkan bahwa pembayaran gaji telah diberikan sesuai kehadiran, termasuk surat sakit yang sah. Namun, pihak perusahaan menemukan kejanggalan pada surat keterangan sakit yang diajukan Erianto.
Terlebih soal surat sakit dari dokter dan fasilitas kesehatan (faskes) yang berbeda. Selain itu, surat opname yang seharusnya disampaikan tidak pernah diterima perusahaan.
J Manurung menyatakan, dari sekian banyak surat sakit yang diajukan Erianto, ada satu surat isinya sungguh di luar logika. Surat yang ditandatangani dr Heny C Limbong, SpKFR, yang diduga dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2025, tetapi menunjukkan masa sakit terhitung sejak 1 Oktober hingga 30 Oktober 2025.
“Diagnosa dari petugas media dari beragam surat sakit yang ada juga tidak ada menyatakan yang bersangkutan sakit parah. Dan kalau memang sakit parah, kan harus opname. Tapi kenyataannya tidak begitu,” ujarnya.
“Kalau sakit juga Erianto sering tidak melapor. Jika melapor, biasanya hanya kepada KTU bernama Nikson Simamora, tanpa kehadirannya langsung di pabrik. Surat sakit hanya dibawakan saja,” tambahnya.