Sinata.id – Bayangkan bangun suatu pagi dan mendapati harga secangkir kopi bukan lagi Rp20.000, melainkan Rp20. Bukan karena nilai uang turun, tapi karena pemerintah memutuskan untuk menyederhanakan rupiah lewat kebijakan redenominasi. Kedengarannya kecil, tapi dampaknya bisa besar, bukan hanya di dompet, melainkan juga di citra ekonomi Indonesia.
Pengamat perbankan dari Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Arianto Muditomo, menegaskan bahwa redenominasi rupiah bukanlah kebijakan darurat secara ekonomi.
Namun, langkah ini tetap strategis untuk merapikan sistem keuangan dan memperkuat kepercayaan publik terhadap kestabilan nilai rupiah.
“Secara ekonomi, tidak mendesak. Tapi redenominasi penting untuk penyederhanaan sistem moneter dan peningkatan citra stabilitas rupiah,” ujarnya, Jumat (7/11/2025).
Baca Juga: Cara Memulai Investasi Reksadana Lewat Aplikasi untuk Pemula
Bukan Sekadar Ganti Angka
Menurut Arianto, redenominasi membawa sejumlah manfaat nyata.
Mulai dari efisiensi transaksi, kemudahan dalam pencatatan akuntansi, hingga membangun persepsi positif terhadap perekonomian nasional di mata dunia.
Namun, ia juga mengingatkan adanya “harga” yang harus dibayar, biaya transisi tinggi, potensi kebingungan masyarakat, dan risiko inflasi psikologis bila sosialisasi tidak maksimal.
“Kalau komunikasi ke publik lemah, masyarakat bisa salah paham dan mengira nilai uang turun, padahal tidak,” tegasnya.