Di sisi lain, sebagian WNI justru menolak dipulangkan karena gaji yang menggiurkan.
Beberapa bahkan mengaku memperoleh bonus hingga Rp190 juta dari target penipuan.
Fenomena ini disebut Kemenlu sebagai “normalisasi kejahatan bermodus pekerjaan digital”, ketika anak muda berpendidikan tinggi memilih kriminalitas demi penghasilan tinggi.
Baca Juga: Ribuan Pekerja Lari dari Neraka Industri Scam Myanmar
Fenomena “Lapar Kerja”
Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo, belum lama ini, menyebut maraknya keberangkatan ilegal ini sebagai “fenomena lapar kerja”, yakni kondisi dimana masyarakat begitu terdesak kebutuhan ekonomi hingga rela masuk ke lingkungan kerja berbahaya.
Sementara itu, Kemenlu memetakan wilayah asal terbanyak korban online scam, di antaranya adalah Sumatera Utara (terutama Medan), Sulawesi Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Bangka Belitung.
Mayoritas berangkat secara mandiri, tanpa izin kerja resmi, dan transit melalui Malaysia atau Thailand sebelum masuk Kamboja.
Baca Juga: Suster Maria Lucia, Biarawati Pembawa Bantuan Ukraina Terima Penghargaan Langsung dari Zelenskyy
“Gelombang Baru Terus Berangkat”
Meski cerita tragis terus muncul, antrean WNI yang berharap kehidupan lebih baik masih memadati bandara ke arah Kamboja.
Tawaran gaji besar tetap menjadi candu bagi mereka yang putus asa mencari nafkah di dalam negeri.
Sementara itu, Kemenlu mengimbau agar masyarakat, untuk memverifikasi lowongan kerja, mengurus visa kerja yang sah, menandatangani kontrak di Indonesia, dan tidak tergiur tawaran online yang tidak dapat diverifikasi.