Poliman berdiri tak lama di depan jenazah anak-istrinya.
Tangannya gemetar menyentuh buah hatinya satu persatu.
Tidak ada kata yang keluar, hanya napas berat yang terdengar putus-putus.
Warga mengatakan, momen itu membuat mereka lebih hancur daripada ketika evakuasi berlangsung.
Sepanjang siang, warga masih berkumpul di sekitar lokasi longsor.
Tidak ada tawa, tidak ada percakapan panjang.
Desa seolah mengurangi napasnya, takut jika suara mereka mengganggu kesedihan keluarga Poliman.
Longsor Mardame hanyalah satu dari puluhan bencana yang melanda Tapanuli Tengah dalam 24 jam terakhir.
Namun, di antara banjir yang merendam desa dan longsor lain yang menutup jalan, tragedi keluarga Poliman Lumbantobing menjadi luka terdalam yang tak akan hilang dari ingatan warga. [a46]