Sinata.id – Gelombang bencana banjir dan tanah longsor yang melanda berbagai wilayah di Sumatera kembali memantik perdebatan serius soal arah kebijakan pemerintah pusat. Di tengah situasi darurat yang masih berkembang, pengamat politik Aceh, Usman Lamreung, menilai negara keliru jika bersikap tertutup terhadap tawaran bantuan internasional.
Menurut Usman, anggapan bahwa Indonesia sepenuhnya mampu menangani bencana besar tanpa dukungan asing justru berpotensi membahayakan penanganan di lapangan.
Ia menilai sikap tersebut tidak sejalan dengan skala kerusakan yang terjadi serta keterbatasan birokrasi nasional ketika dihadapkan pada kondisi darurat berskala luas.
“Ini bukan soal gengsi negara. Ini soal nyawa manusia dan kecepatan bertindak,” kata Usman, dikutip Selasa (9/12/2025).
Baca Juga: Diana F. Norris Juara Pertama Lomba Feature Essay Polrestabes Medan
Ia mengajak pemerintah bercermin pada pengalaman pascatsunami Aceh-Nias 2004.
Pada masa awal pembentukan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), pemerintah dihadapkan pada persoalan serupa: keterikatan pada prosedur APBN, mekanisme tender, dan sistem administrasi yang tidak dirancang untuk krisis besar.
Dalam situasi itu, lanjut Usman, BRR justru mampu bergerak cepat karena ditopang fleksibilitas pembiayaan dari komunitas internasional serta penyederhanaan birokrasi.
Dukungan tersebut, katanya, menjadi kunci percepatan evakuasi, pemenuhan logistik, hingga pembangunan infrastruktur darurat.
“Bencana sebesar tsunami waktu itu tak mungkin ditangani dengan mekanisme normal. Hari ini, potret serupa sedang terjadi di sejumlah daerah Sumatera,” ujarnya.
Usman menegaskan, persoalan utama bukan semata kemampuan teknis negara, melainkan besarnya dampak dan urgensi penanganan.