Medan, Sinata.id – DPRD Sumatera Utara menggelar rapat pada Selasa (10/6/2025), untuk membahas dugaan pencemaran lingkungan, termasuk air Sungai Bah Bolon di Desa Bartong, Kabupaten Serdang Bedagai. Dugaan ini mencuat setelah warga setempat melaporkan adanya limbah pabrik yang mengalir ke sungai.
Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi D, Timbul Jaya Sibarani, berlangsung di ruang Banggar DPRD dan dihadiri anggota Komisi D: Benny Sihotang, Delphin Barus, Johan, dan Parluhutan Simanjuntak.
Dari pihak PT Rezeki Abadi Sambosar atau PT RAS hadir Lintong Pane (konsultan lingkungan), Ferry SP Sinamo (kuasa hukum), dan Parluin Naibaho (Direktur Keuangan). Pabrik tersebut berada di Nagori (Desa) Sambosar, Simalungun. Bukan di Desa Bartong, Sergai. Letak kedua desa tersebut bersebelahan.
Hadir pula perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumut, Kepala DLH Kabupaten Simalungun Daniel Silalahi, Kepala Desa Bartong Heriandi Damanik, serta puluhan warga Desa Bartong.
Kepala Desa Heriandi Damanik menyampaikan keluhan warga yang antara lain menyoal kebisingan mesin pabrik, bau menyengat, serta air sungai Bah Bolon yang diduga tercemar.
Lewat rekaman video aliran sungai pada 27 Januari 2025, yang diputar dalam rapat, dijelaskan Heriandi menunjukkan permukaan air berwarna putih seperti bercampur minyak. Lalu visual lainnya menampilkan aliran air menuju sungai yang bermuara dari pipa di bawah kolam limbah pabrik.
Namun saat ditanya Ketua Komisi D Timbul Jaya, apakah sumber pencemaran sungai dapat dipastikan berasal dari pabrik, Heriandi mengaku hanya menduga, tanpa bisa memberikan konfirmasi ilmiah.
Anggota Komisi Benny Sihotang menanyakan substansi zat dalam rekaman video yang diputar kepada Lintong Pane, Kepala DLH Simalungun Daniel Silalahi, dan pejabat DLH Sumut.
Ketiganya sepakat bahwa cairan berwarna putih itu bukan limbah minyak kelapa sawit—yang umumnya berwarna hitam—melainkan zat lain yang masih perlu diuji lebih lanjut.
Sementara, Lintong Pane menjelaskan bahwa PT RAS telah melengkapi dokumen lingkungan, sebagai syarat izin operasional dengan kewajiban membangun sepuluh kolam penampungan limbah. Ia membeberkan hasil kajian terhadap limbah pabrik yang pernah dilakukan.
“Hasil pengujian kualitas air, udara, dan kebisingan masih berada di ambang batas yang ditetapkan. Perusahaan tidak membuang limbah langsung ke sungai. Lalu sesuai peraturan menteri, pembuangan limbah juga diperbolehkan jika sudah terolah,” ujarnya.
Di sisi lain, Delphin Barus mengklaim mengantongi hasil kajian dari DLH Provinsi Sumut yang menyebut pelanggaran ketentuan limbah perusahaan. Kajian tersebut dilakukan pada September 2024. Usai rapat, wartawan kemudian menanyakan jenis limbah dimaksud, Barus mengaku kebingungan.
“Surat ini hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang punya skil. Karena isi surat hanya angka-angka. Saya gak tau! Kau tau? Nah ini suratnya saya tunjukkan, tapi jangan foto!” ujarnya, sambil menunjukkan dokumen. (*)