Jakarta, Sinata.id – Anggota DPR RI dari Komisi XI, Habib Idrus Salim Aljufri, soroti tiga isu utama terkait kinerja Bank Indonesia (BI) yang dinilai perlu mendapat perhatian serius. Seperti pembiayaan syariah dan akses UMKM yang belum optimal.
Tiga isu yang menjadi sorotan tersebut, disampaikan pada Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Gubernur Bank Indonesia tentang Pengantar Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) Tahun 2026 di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu 12 Nopember 2025.
“Pada kesempatan kali ini, ada tiga hal yang saya soroti. Yang pertama, pembiayaan syariah yang belum optimal. Pertumbuhannya hanya mencapai 7,55 persen, artinya di bawah target 8 sampai 11 persen,” sebut Habib Idrus.
Katanya, beberapa penyebab utama belum optimalnya pembiayaan syariah adalah, tingginya margin pembiayaan, keterbatasan likuiditas bank syariah, serta minimnya instrumen keuangan syariah yang likuid di pasar.
Menurutnya, hal itu perlu menjadi perhatian Bank Indonesia (BI), agar sektor keuangan syariah bisa tumbuh lebih inklusif dan kompetitif.
“Yang saya lihat penyebab utamanya adalah margin pembiayaan yang masih tinggi, likuiditas bank syariah yang terbatas, dan belum banyak instrumen keuangan syariah yang kemudian likuid,” ungkap politisi PKS tersbut.
Selain itu, Habib Idrus juga menyoroti akses pembiayaan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang masih terbatas.
Sebutnya, berdasarkan data yang diterimanya, realisasi fasilitasi pembiayaan baru mencapai sekitar Rp869 miliar dari target Rp1,1 triliun.
“Banyak UMKM yang belum bankable karena keterbatasan agunan, literasi keuangan yang rendah, dan proses pembiayaan yang masih sangat rumit,” ujarnya.
Lebih lanjut, legislator ini mengkritisi kesenjangan antara stabilitas sistem keuangan nasional dengan akses ekonomi riil di lapangan.
Meski BI berhasil menjaga stabilitas moneter dan mendorong digitalisasi sistem pembayaran, namun dampaknya dinilai Habib Idrus, belum sepenuhnya terasa pada sektor riil. Terutama bagi pelaku ekonomi kecil.
“Meskipun BI berhasil menjaga stabilitas moneter dan digitalisasi sistem pembayaran, tapi sepertinya belum sepenuhnya terasa di sektor riil. Ada gap antara kekuatan sistem keuangan dan kebutuhan pelaku ekonomi kecil di lapangan,” ucapnya.
Kemudian Habib Idrus menegaskan, ketiga isu tersebut perlu mendapatkan penjelasan dan langkah konkret dari Bank Indonesia, agar kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan benar-benar mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. (*)
Sumber: Parlementaria






