Jombang, Sinata.id – Malam yang seharusnya sunyi di Desa Made, Kecamatan Kudu, berubah menjadi arena amarah tak terbendung. Jeritan, desingan batu, dan dentuman pukulan bersatu dalam satu tragedi yang mengakhiri hidup seorang pria yang selama ini dianggap sumber keresahan: Sudamono.
Ia bukan orang asing bagi warga. Nama Sudamono (38), warga Desa Sumberteguh, sudah lama menghantui malam-malam mereka. Dalam kondisi mabuk, dengan langkah gontai dan teriakan tak jelas, ia kembali hadir di tengah desa yang konon sudah lelah dengan ulahnya.
Tapi malam itu, Jumat 15 November 2024, bukan malam seperti biasanya.
Dalam gelap yang hanya diterangi lampu jalan temaram, sekelompok warga yang geram menyambut kehadirannya bukan dengan tatapan iba, melainkan dengan tangan mengepal dan batu di genggaman. Mereka tak lagi ingin sekadar menegur. Mereka ingin mengakhiri semuanya.
“Dia memang sering bikin keributan, mabuk, teriak-teriak… kadang masuk pekarangan orang,” ujar salah satu warga.
Ketika pihak kepolisian dari Polsek Kudu datang tak lama setelah kejadian, suasana mencekam. Warga bungkam. Tak ada suara, tak ada pengakuan, hanya tatapan kosong dan bisikan takut.
“Saat kami ke lokasi, tidak satu pun warga yang mau bicara. Mereka semua tutup mulut,” ungkap AKP Agus Wijaya, yang saat itu menjabat Kapolsek Kudu. Dalam situasi penuh tekanan itu, pihaknya hanya bisa menyusun laporan dan menyerahkannya ke Polres Jombang.
Keesokan harinya, kabar kematian Sudamono menyebar cepat. Dari pasar tradisional hingga grup WhatsApp RT, semuanya membicarakan satu hal: pria yang selama ini jadi duri dalam daging akhirnya tewas – dipukuli dengan tangan kosong dan dihantam batu oleh orang-orang yang selama ini menyimpan dendam.
Kasat Reskrim Polres Jombang saat itu, AKP Margono Suhendra, menegaskan bahwa Sudamono memang telah lama jadi sosok bermasalah. “Informasi dari saksi-saksi menyebutkan bahwa almarhum sering membuat onar. Dan malam itu, dalam kondisi mabuk, masyarakat yang sudah jengah mengambil kesempatan,” ujarnya.
Darah di kepala Sudamono mengering sebelum fajar. Ia dilarikan ke RSUD Ploso, namun nyawanya tak tertolong. Autopsi memastikan: pendarahan hebat di kepala akibat benda tumpul – batu, kemungkinan besar.
Jenazahnya akhirnya dipulangkan, diserahkan kepada keluarga. Tangis pun pecah di rumah duka, namun beberapa warga bersikap dingin, seolah berkata dalam hati, “Sudah saatnya.”
Dari hasil penyelidikan awal, dua pria diamankan – berinisial Y dan AC. Keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polres Jombang. “Dua orang ini sudah kami tetapkan sebagai tersangka,” tegas Margono kala itu. (*)