Pematangsiantar, Sinata.id – Satu unit mobil pick-up bergerak mundur, hendak keluar dari sebuah gang yang ada di antara pinggiran sungai Bah Bolon dengan Rumah Dinas Wali Kota Pematangsiantar, Jalan MH Sitorus, Kelurahan Teladan, Kecamatan Siantar Barat, kota itu.
Empat jurnalis tampak cukup ceria berada dibagian belakang mobil pick-up bersama Ardi alias Bor, seorang skiper arung jeram. Sementara, pejabat Pemko Siantar, M Hammam Sholeh tampak sibuk membantu sopir untuk memundurkan mobil.
Keluar dari gang, Hammam Sholeh-pun bergabung dengan 4 jurnalis yang ada dibagian belakang. Sementara, Ferry Napitupulu, seorang jurnalis senior, terlihat santai berada di sebelah sopir.
Mobil pun bergerak maju melintasi sejumlah jalan di Kota Pematangsiantar. Hingga akhirnya, mobil berhenti di suatu kawasan perladangan di Kelurahan Nagahuta, Kecamatan Siantar Marimbun. Persisnya di depan rumah sederhana yang ada disana.
Didepan rumah itu, skiper arung jeram, Ardi dibantu sopir mobil pick-up, secara perlahan menurunkan perahu yang masih terlipat. Perahu itu kemudian diisi dengan angin.
Sementara, sebagian jurnalis serta Hammam Sholeh mulai sibuk memasang perlengkapan untuk mengarungi jeram. Seperti mengenakan pelampung dan pelindung kepala (helm).
Tak lupa, selain Ferry Napitupulu dan sopir mobil pick-up, masing-masing jurnalis dan M Hammam Sholeh memegang dayung untuk dibawa ke aliran sungai Bah Bolon yang ada di Kelurahan Nagahuta.
Untuk menuju aliran sungai Bah Bolon, penikmat arung jeram dadakan tersebut, berjalan kaki melintasi kawasan perladangan ubi kayu, pisang dan kakao. Ketika itu, perahu digotong Ardi dan sopir mobil pick-up.
Tiba di pinggir Bah Bolon, langkah terhenti. Skiper Arung Jeram, Ardi alias Bor, memberikan bimbingan dan arahan. Ia mengarahkan cara memegang dayung dan cara mendayung.
Pada bimbingan singkatnya, Ardi menekankan pentingnya kekompakan saat mendayung. Kemudian, Ardi memeriksa kelengkapan para jurnalis untuk mengikuti arung jeram. Terutama memeriksa ikatan pelampung dan helm.
Arahan Ardi, ditutup dengan doa bersama. Lalu, perahu dimasukkan ke sungai Bah Bolon yang ada di Kelurahan Nagahuta.
Satu persatu para jurnalis, diantaranya, Imran Nasution dari Siantar 24 Jam, Jansen Siahaan dari Piter Siahaan (saat ini advokat), Rivay Bakkara, Hammam Sholeh dan skiper menaiki perahu.
Awalnya perahu bergerak pelan dan tanpa tantangan. Karena aliran air yang dilalui masih cukup tenang. Beberapa saat kemudian, disela-sela Ardi menyampaikan panduan (aba-aba) mendayung, M Hammam Sholeh mengingatkan, agar para wartawan tidak sungkan untuk berteriak.
Tak lama berselang, keriuhan pun tercipta. Teriakan demi teriakan mewarnai separuh perjalanan arung jeram di sungai Bah Bolon, seiring dengan perahu memasuki arus air deras dan bergelombang (lembah sungai).
Namun tidak demikian dengan Jansen Siahaan. Ia lebih banyak diam. “Woi, si Jansen takut. Diam aja dia dari tadi,” celetuk Hammam Sholeh bercanda, membuat para jurnalis tertawa, lalu bantahan pun keluar Jansen. “Enggak ah,” ucapnya.
Perahu tetap berjalan mengikuti aliran air Bah Bolon. Keriuhan masih terus tercipta. Tak lama, memasuki arus deras dan berlembah lainnya, seluruh pengarung terguncang keras, ke kiri dan ke kanan.
Saat itu Hammam Sholeh terjatuh ke sungai. Ia pun berjuang untuk kembali naik ke perahu. Dibantu Rivay Bakkara dan kemahiran skiper mengendalikan perahu, Sholeh pun kembali ke perahu.
Tak ada gambaran takut atau menyesal dari raut wajah Sholeh, begitu kembali di atas perahu. Ia tampak aktif kembali memegang dayung.
Pengarungan-pun lanjut kembali menelusuri sungai Bah Bolon. Tantangan dan rintangan-pun berhasil dilalui, hingga akhirnya sampai ditempat peristirahatan, tidak jauh dari komplek Rindam I/BB.
Usai beristirahat, arung jeram dilanjutkan kembali. Namun tak lagi banyak tantangan dan rintangan yang berarti, seperti sebelumnya. Saat itu, para pengarung mulai lebih santai.
Tak ada lagi teriakan. Malah yang muncul, naluri para jurnalis yang sedang mengarungi Bah Bolon. Itu cukup terasa pada perbincangan selanjutnya diatas perahu.
Para pengarung jeram mulai bercerita suasana sekitar aliran sungai Bah Bolon. Mulai dari sampah, patahan pohon bambu, perbedaan kesejukan dan kebersihan air yang dirasakan dibagian awal, serta dibagian bawah setelah Jembatan Merah.
Para jurnalis cukup merasakan perbedaan air sungai Bah Bolon sebelum Jembatan Merah dengan sesudah Jembatan Merah. Air terasa lebih sejuk dan lebih bersih dibagian atas sebelum jembatan.
Hal itu diduga karena, jumlah pemukiman penduduk jauh lebih ramai menjelang dan setelah Jembatan Merah, dibanding jauh sebelum Jembatan Merah.
Sehingga diduga, kesadaran masyarakat sekitar Bah Bolon, menjadi penyebab perbedaan air disungai yang membela Kota Siantar tersebut.
Dalam hal ini diperkirakan, masyarakat masih membuang sampah ke sungai. Parahnya lagi, limbah kotoran ternak dan ternak yang sudah mati, juga dibuang ke sungai Bah Bolon.
Asyik memperhatikan dan bercerita, perahu yang ditumpangi para jurnalis-pun hampir sampai dilokasi sungai Bah Bolon dekat Rumah Dinas Bahbolon. “Bah. Sudah sampe-nya. Cepat kali,” gumam Imran Nasution, beberapa waktu lalu.
KPSB Butuh Rp 500 Juta Jadikan Bahbolon Destinasi di Siantar
Tiba dipinggir sungai Bahbolon dekat Rumah Dinas Walikota, arung jeram para jurnalis-pun berakhir. Selanjutnya, para jurnalis menyantap makan siang bersama Komunitas Peduli Sungai Bahbolon (KPSB) Siantar.
Selepas makan siang, para jurnalis melakukan wawancara dengan anggota dan Sekretaris KPSB Siantar, Andi Supriadi Sinaga alias Ankel.
KPSB adalah kumpulan anak mudah pecinta alam (air). Mereka berasal dari berbagai kumpulan. Mulai dari kelompok yang menyiasati objek wisata Bukit Indah Simarjarunjung, wisata air terjun Jambuara di Tanah Jawa, Bahkuo (ketiganya di Kabupaten Simalungun) dan juga kelompok yang turut andil mengembangkan wisata di Samosir.
Mereka dikumpulkan Saiful. Mereka diajak untuk membangun objek wisata alam di Kota Siantar. Karena memang, mereka merupakan “anak” Siantar yang berkreasi diluar Kota Siantar.
KPSB sebut Ankel, memiliki mimpi untuk menjadikan sungai Bah Bolon sebagai destinasi (objek tujuan wisata alam) di Kota Siantar. Andi Sinaga bersama anggota KPSB lainnya merasa yakin, Bah Bolon memiliki nilai jual yang tinggi.
Untuk saat ini, lokasi sungai Bah Bolon yang jadi “bidikan” KPSB adalah, kawasan Bah Bolon yang ada disebelah Rumah Dinas Walikota Siantar. “Cukup baik lokasi yang ada disini,” ucap Andi.
Dijelaskan Andi, mereka sukses menghadirkan wisatawan ke kawasan air terjun Jambuara, BIS dan Samosir. Mereka juga berkreasi di Bah Damanik, Sidamanik, Kabupaten Simalungun.
Kini, KPSB ingin “menyulap” kawasan Bah Bolon disamping Rumah Dinas Walikota. Meski hal-hal kecil telah mereka lakukan. Seperti membangun arena permainan “flying fox”. Membersihkan sampah dialiran serta sebagian kawasan Bah Bolon dan lainnya.
Hal terpenting untuk menjadikan Bah Bolon sebagai destinasi, sebut Andi, adalah kesadaran masyarakat sekitar Bah Bolon, agar tidak membuang sampah maupun limbah kotoran ternaknya ke sungai.
Sebab, tidak ada wisatawan yang mau berlama-lama disungai, bila sungainya kotor dan airnya bau. “Masyarakat harus sadar. Jangan buang sampah dan limbah ke sungai,” ujarnya.
Untuk itu, Ankel berharap peran pemerintah. Termasuk mengarahkan warga, disaat membangun rumah, agar arah bagian depannya menghadap ke sungai. “Rumah menghadap ke sungai, juga menjadi daya tarik,” katanya.
Sementara, untuk hal lainnya, menurut Ankel, KPSB berencana membangun taman selfi di kawasan delta (pulau ditengah sungai) yang ada disamping Rumah Dinas Walikota.
Kemudian, membangun bumi perkemahan (kemping) dibagian belakang Rumah Dinas. Tidak hanya itu, ada juga jalur tracking (joging track) untuk pejalan kaki mengitari delta, fasilitas olahraga volley sungai, lokasi outbond dan lainnya.
Hanya saja, untuk mewujudkan “mimpi” itu, KPSB membutuhkan biaya sebesar Rp 500 juta. “Untuk mewujudkan itu, butuh biaya 500 juta (rupiah),” ungkap Ankel dengan yakin. (*)