Sinata.id – Tragedi longsor Tapteng menyisakan duka mendalam ketika Poliman Lumbantobing pulang hanya untuk menatap jenazah tiga anak dan istri yang berjejer rapi, sementara warga Mardame terdiam tak mampu menangis saat evakuasi berlangsung.
Hujan deras yang tak berhenti sejak malam berubah menjadi bencana merenggut nyawa di Desa Mardame, Selasa (25/11/2025) pagi. Namun dari seluruh kerusakan yang ditinggalkan longsor dan banjir air bah, satu rumah menjadi titik paling kelam, rumah keluarga Poliman Lumbantobing (37).
Ketika warga mendobrak pintu yang tertutup tanah, suasana yang muncul bukan teriakan panik, melainkan keheningan panjang yang membuat kaki mereka gemetar.
Satu per satu tubuh korban kecil dan tubuh sang ibu diangkat dari bawah timbunan tanah.
Dan pada momen itu, warga Mardame seolah kehilangan kemampuan untuk menangis. Tak ada suara histeris. Tak ada jeritan.
Baca Juga: Nasib Pilu Poliman Lumbantobing, Dapati Istri dan Tiga Anaknya Tanpa Nafas Akibat Bencana Longsor
Hanya hening yang memukul dada lebih keras dari tangisan mana pun.
Bhabinkamtibmas Aipda Rindu Hutabarat memimpin evakuasi dengan peralatan seadanya.
Lumpur setinggi paha, dinding rumah yang retak, dan hujan yang kembali turun membuat semuanya berlangsung pelan dan penuh kehati-hatian.
Setiap kali satu jasad kecil terangkat, warga menunduk, bukan karena tak ingin melihat, tetapi karena air mata tak lagi bisa keluar.
Beberapa ibu hanya menutup mulut, tangan mereka gemetar.