Pematangsiantar, Sinata.id – Balai Bolon GKPS, Jalan Pdt. J. Wismar Saragih, Pematangsiantar, menjadi saksi bersatunya dua budaya dalam satu ikatan cinta. Pada Jumat, 23 Mei 2025, Wanda Mehangga Sinamo, SH dan Asri Yunita Pratiwi Saragih, A.Md.Kes melangsungkan pesta pernikahan adat yang istimewa—memadukan adat Pakpak Dairi dan adat Simalungun dalam perayaan yang berlangsung hikmat dan penuh makna.
Sejak awal, suasana pesta telah menyampaikan pesan persatuan. Para tamu dan kedua mempelai disambut dengan tarian tradisional kedua suku, menghadirkan nuansa budaya yang dalam dan menyentuh. Sebelum memasuki ruangan utama, kedua mempelai mempersembahkan lagu daerah masing-masing—lagu Pakpak Dairi dan Simalungun—sebagai simbol kebanggaan akan identitas budaya.

Prosesi adat disambut dengan penuh kehormatan oleh pihak tulang dari marga Sumbayak dan Manik, serta tulang Saragih Garingging. Diiringi tarian Pakpak Dairi yang dinamis dan menyentuh, kedua pengantin bersama orang tua mereka berjalan menuju pelaminan di tengah kehangatan tamu dan iringan musik tradisional.
“Ini bukan sekadar pesta pernikahan. Ini adalah pertemuan budaya, penghormatan kepada leluhur, dan bukti bahwa cinta dapat menyatukan dua dunia,” ujar salah satu tokoh adat Simalungun, Bahrum Saragih dan Ramlan Purba yang hadir dalam prosesi tersebut sebagai tata atur acara.

Tak kurang dari 2.600 tamu undangan hadir memadati gedung utama, gedung gabungan, serta tratak di sisi kiri dan kanan. Sekitar 200 papan bunga ucapan selamat dari berbagai kalangan berdiri megah menghiasi area pesta, bahkan hingga ke tepi jalan.
Momen penyalaman pengantin berlangsung selama dua jam, dari pukul 14.00 WIB hingga 17.00 WIB, dengan suasana yang penuh suka cita. Para tamu dari berbagai suku dan latar belakang budaya turut menikmati setiap rangkaian acara yang berjalan dengan tertib dan lancar.
“Kami sangat bersyukur, karena semua berjalan dengan baik. Harapan kami, semoga Wanda dan Asri terus membawa semangat persatuan ini dalam rumah tangga mereka,” ungkap Ferry SP Sinamo, ayah dari mempelai pria, dengan mata berkaca-kaca penuh haru.
“Ini pengalaman berharga bagi kami. Kami ingin budaya kami tetap hidup dan menjadi berkat, terutama dalam momen penting seperti ini,” tambah Jardiaman Saragih Sigaringging, ayah dari mempelai wanita.
Pernikahan Wanda dan Asri menjadi lebih dari sekadar perayaan keluarga—ia menjelma menjadi pernyataan kuat bahwa perbedaan dapat menyatu dalam cinta, dan budaya adalah jembatan menuju saling pengertian.
Menurut pantauan Sinata.id, pesta berlangsung tertib, aman, dan penuh kekayaan budaya. Wanda dan Asri telah meninggalkan jejak mendalam bahwa dua budaya benar-benar dapat menjadi satu hati. (*)