Sidikalang, Sinata.id — Sebanyak 19 dari 33 warga Desa Parbuluan VI, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, dibebaskan oleh Polres Dairi pada Jumat pagi, sekitar pukul 07.00 WIB (14/11/2025), setelah menjalani pemeriksaan selama 48 jam. Mereka sebelumnya diamankan saat mengikuti aksi menuntut pembebasan Ketua Pejuang Tani Bersama Alam (PETABAL), Pangihutan Sijabat, yang ditangkap pada 12 November 2025 ketika mengantar anaknya ke sekolah.
Dari 19 warga yang dibebaskan, satu orang merupakan perempuan dan 18 lainnya laki-laki. Dua staf Yayasan Petrasa yang ikut mendampingi warga saat aksi juga termasuk dalam kelompok yang dilepas. Pembebasan dilakukan karena penyidik tidak menemukan bukti yang cukup.
Sementara itu, 14 warga lainnya masih ditahan di Polres Dairi. Dari jumlah tersebut, delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait aksi unjuk rasa di Polres Dairi pada 12 November 2025. Mereka terdiri atas tiga perempuan—dua di antaranya lansia, yaitu Risma Situmorang (65) dan Rusmala Silaban (58), serta seorang penyandang disabilitas, Sediana Br. Napitupulu (28). Lima laki-laki juga ditetapkan sebagai tersangka: Horlen Munthe (57), Hasiolan Naibaho (21), Arihon Sitohang (20), Eben Sinaga (29), dan Printo Sitorus (19). Enam warga lain ditetapkan tersangka dalam perkara berbeda yang masih dalam penanganan kepolisian.
Proses pemulangan warga yang dibebaskan didampingi tim kuasa hukum dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), yang telah memberikan pendampingan sejak 12 November sore. Kondisi mereka dilaporkan sehat. Para warga menyampaikan harapan agar rekan-rekan mereka yang masih ditahan dapat segera menyusul pulang, termasuk Pangihutan Sijabat yang saat ini ditahan di Polda Sumatera Utara.
Direktur Yayasan Petrasa, Lidia Naibaho, menyatakan kelegaan atas pembebasan 19 warga tersebut, namun tetap prihatin karena masih ada warga yang ditahan. Ia menegaskan bahwa pihaknya bersama jaringan pendamping akan terus mengupayakan proses hukum yang adil dan memastikan pendampingan bagi warga yang tersisa.
Kuasa hukum warga Parbuluan VI, Hendra Sinurat, menegaskan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat berkaitan dengan ruang hidup dan hak atas lingkungan yang sehat, sebagaimana dijamin konstitusi. Ia berharap penanganan kasus aksi unjuk rasa tersebut dapat ditempuh melalui mekanisme keadilan restoratif, mengingat sebagian tersangka merupakan tulang punggung keluarga, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas.
Setelah dibebaskan, warga menuju kantor Yayasan Petrasa untuk beristirahat sebelum kembali ke desa. Mereka mengadakan ibadah bersama yang dipimpin rohaniawan. Masyarakat Parbuluan VI selama ini menyuarakan keberatan mereka terhadap aktivitas PT Gunung Raya Utama Timber Industries (GRUTI), yang dinilai telah menyebabkan berkurangnya sumber mata air di wilayah mereka. Sejak Januari 2025, desa tersebut mengalami kekeringan pada musim kemarau dan warga menilai kerusakan itu berkaitan dengan kegiatan perusahaan(SN8).