Tangerang Selatan, Sinata.id – Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mengingatkan, kalau pemerintah harus mewaspadai risiko fiskal dari program Koperasi Merah Putih (KMP).
Dalam hal ini, pemerintah diharapkan Darmadi untuk berhati-hati agar tidak menimbulkan beban fiskal baru di tingkat desa.
Percepatan pembangunan KMP diatur melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Fisik Gerai, Pergudangan, dan Kelengkapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Melalui aturan tersebut, pemerintah menugaskan PT Agrinas Pangan Nusantara untuk membangun fisik gerai dan pergudangan koperasi di seluruh Indonesia.
“Dari Inpres 17 (Nomor 17 Tahun 2025) ini, nanti yang membangun gudang, membangun gerai fisik gedung itu ada penugasan ke PT Agrinas,” tutur Darmadi, pada Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI di Tangerang Selatan, Banten, Jumat (7/11/2025).
Dijabarkannya, mekanisme pembiayaan program melalui pola channeling dari Bank Himbara langsung ke PT Agrinas.
Lalu setiap koperasi diproyeksikan memperoleh pembiayaan sekitar Rp3 miliar per gerai. Dengan total 80 ribu koperasi yang akan dibangun.
Dana tersebut bersumber dari alokasi Rp200 triliun milik pemerintah yang ditempatkan di Bank Indonesia.
“Jadi channeling dari Himbara langsung ke Agrinas untuk membangun gerai sekitar 2 koma (sekian) miliar. Totalnya 3 miliar per gerai. Nah itulah yang disebut percepatan, karena itu dikejar dalam pembangunan fisik, gudang, gerai dan sebagainya,” jelas politisi PDI Perjuangan ini.
Katanya, apabila terjadi kemacetan pengembalian pinjaman, pemerintah telah menyiapkan skema pengalihan dari dana desa.
Sebanyak 50 persen dari alokasi Rp60 triliun dana desa akan digunakan sebagai kompensasi untuk menutupi potensi gagal bayar koperasi
“Penyediaan penyaluran dana ini diambil dari dana milik pemerintah yang ada di BI, yang kemarin Rp200 triliun. Rp200 triliun itu dengan 3 miliar kali 80 ribu, itu sekitar Rp240 triliun,” katanya.
“Jika terjadi macet koperasi ini, maka akan diambil dari dana desa. Dipotong 50 persen dari Rp60 triliun dana desa. Berarti Rp30 triliun dalam 6 tahun. Berarti kan pengembaliannya Rp180 triliun,” tambahnya.
Menurutnya, skema seperti itu berisiko tinggi, bila tidak diimbangi dengan koordinasi lintas kementerian yang solid, dan kesiapan sumber daya manusia di tingkat koperasi.
Ia menilai, kecepatan pembangunan yang dikejar pemerintah perlu diimbangi dengan pengawasan, supaya tidak menghasilkan koperasi yang mangkrak.
“Percepatan ini memang dikebut sama pemerintah. Tapi koordinasi ini menjadi sangat penting. Karena ini nggak gampang. Jadi masalah SDM Koperasi Desa Merah Putih masih menjadi pertanyaan. Dugaan terjadinya bahwa ini tidak akan berhasil, itu cukup besar kemungkinannya,” ujarnya.
Anggota dewan dari Dapil DKI Jakarta III ini menekankan tentang pentingnya kejelasan mekanisme tanggung jawab, apabila program gagal.
Tanpa pengawasan dan pendampingan yang tepat, Darmadi khawatir banyak koperasi hanya akan berdiri di atas bangunan fisik tanpa aktivitas ekonomi yang nyata.
“Siapa yang menanggung kalau macet? Siapa yang menanggung kalau usahanya macet? Bisnisnya yang macet, kalau gerainya kan udah dibangun. Jangan-jangan nanti 80 ribu banyak yang mangkrak di situ. Akhirnya nggak ada kegiatan di sana. Idenya bagus, tapi implementasi ini ada sedikit banyak masalah,” tuturnya. (*)
Sumber: Parlementaria