Yang kemudian mengejutkan keluarga korban adalah temuan bahwa Levi masuk dalam satu Kartu Keluarga yang sama dengan Basuki, istrinya, dan anaknya.
Kejanggalan itu terungkap ketika kakak Levi hendak mengurus surat kematian.
Saat data kependudukan dicek, nama AKBP Basuki muncul sebagai kepala keluarga Levi.
“Ini yang membuat keluarga syok. Levi dimasukkan ke KK Basuki dengan status ‘keluarga lain’,” jelas Zainal.
Basuki beralasan, menurut pengakuannya dalam sidang, bahwa ia hanya ingin membantu Levi mengurus perpindahan administrasi kependudukan dari Purwokerto ke Semarang.
Ia juga menyebut Levi yatim piatu dan hidup sendirian di kota tersebut.
“Alasannya karena kasihan. Katanya, dulu dia pernah dibantu orang saat merantau, jadi merasa harus membantu Levi juga,” tutur Zainal.
Baca Juga: ‘Pecah Jantung’ Jadi Dugaan Awal Kematian Dwinanda Linchia Levi
Detik-detik Levi Tewas
Ada satu fakta yang dinilai sangat krusial oleh pihak keluarga dan menjadi sorotan dalam sidang etik: sikap Basuki saat Levi berada dalam kondisi kritis.
Menurut Zainal, dalam persidangan Basuki mengaku melihat Levi kesulitan bernapas pada Senin (17/11/2025) sekitar pukul 00.00 WIB di kamar kostel. Levi disebut sudah “cengep-cengep”, tersengal-sengal napasnya.
“Namun, pengakuannya, karena kelelahan dan kalut, dia memilih tidur. Sekitar pukul 04.00 WIB ketika bangun, Levi sudah meninggal,” papar Zainal.
Majelis kemudian mempertanyakan mengapa seorang perwira menengah yang terbiasa mengendalikan massa dan menghadapi situasi genting tidak segera memanggil dokter, ambulans, atau layanan darurat.
“Jawabannya, dia mengaku tidak ‘connect’, lelah, dan dua hari kurang tidur,” kata Zainal.
Kejanggalan lain adalah soal keterlambatan laporan ke polisi. Alih-alih langsung menghubungi layanan gawat darurat atau melapor via aplikasi kepolisian, Basuki justru meminta temannya mengantarkannya ke Polrestabes Semarang terlebih dahulu.
“Bukan segera fokus menyelamatkan korban atau mengurus jenazah, tapi lebih memikirkan bagaimana dia harus melapor,” ujar Zainal.